Kamis, 09 Maret 2017

Equality

Nama  : Dian Andini
Nim     : 13-061

EQUALITY
By : Anne-Marie Slaughter


Our Evolving Sense of  self.
Ketika berumur sembilan tahun di Ottawa, Kanada, Mikayla berkata “Tidak ada sesuatu yang bisa saya lakukan karena saya adalah seorang gadis. Setiap orang memiliki kesetaraan tapi dimasa lalu semua orang tidak setara.Diusia 9 tahun alfiah Anshari di mumbai india berkata :” kami tidak akan mendapatkan pendidikan disekolah, tapi anak laki – laki akan mendapatkan pendidikan. Dan oleh karenanya mereka bisa traveling kemana mereka inginkan akan tetapi anak perempuan tidak. National Geographic mengatakan, singkatnya mencerminkan perbedaan yang luar biasa dalam pengobatan anak perempuan dan wanita seluruh dunia. Tidak ada negara yang mencapai kesetaraan gender penuh. Di amerika utara dan kebanyakan di eropa, perempuan telah membuat kemajuan seperti anak perempuan memiliki beberapa alasan untuk percaya bahwa segala sesuatu adalah mungkin. Tapi beberapa tempat lain, wanita masih memiliki ayah atau suami mereka, membantah makanan, obat, dan pendidikan yang diberikan kepada anak laki – laki
Tapi wanita melakukan semua setidaknya memiliki satu kesamaan : kita semua tahanan dari budaya kita. Sejarahwan yuval Noah Harari, diakui mengenai bagaimana homo sapiens berevolusi, menjelaskan bagaimana perempuan dapat didefinisikan tidak hanya dalam hal peran biologis mereka, tetapi juga dalam hal peran budaya mereka. Sebagaimana Harari menjelaskan hal itu, perempuan dengan dua kromosom X dan tubuh dan hormon terlalu banyak tidak berubah.





Gender berbeda dengan sek. Sek adalah jenis kelamin laki- laki dan perempuan dilihat secara biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial, masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku, tugas, hak dan fungsi yang dibebankan kepada perempuan dan laki – laki. Biasanya isu gender muncul sebagai akibat suatu kondisi yang menunjukan kesenjangan gender (suhapti, 1995).
Sejarah perbedaan gender (gender difference) antara laki-laki dan perempuan dikarenakan oleh banyak hal diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat abhkan dikontruksi secara sosial  dan kultur melalui ajaran keagamaan maupun negara (Fakih, 1999). Ketidakadilan gender di konstruksi melalui aturan hukum formal dan norma-norma yang tidak tertulis. Aturan hukum formal yang membuat ideologi resmi berlaku pada masyarakat dan institusi , sedangkan norma-norma yang tidak tertulis yangdipahami membentuk sikap dan perilaku sehari-hari dalam dunia nyata.
Di indonesia, di lingkungan pemerintahan maupun swasta, perempuan yang telah mempunyai kesempatan menduduki jabatan belum sebanding dengan laki – laki. Dilihat dari jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki – laki. Dalam jumlah, perempuan merupakan mayoritas, ironisnya, sebagian besar dari makhluk perempuan ini “tidak terlihat”. Kesempatan yang diberikan di bidang pendidikan dan peluang untuk menduduki jabatan eksekutif pada umumya baru di nikmati oleh segelintir perempuan (Raharjo, 1995).

Kesetaraan Gender Dalam Pembagian kerja
  • Pembagian kerja gender berdasarkan pola pembagian kerja antara pasangan suami istri yang disepakati bersama serta didasari oleh sikap saling memahami dan saling mengerti.
  • Umumnya perempuan sebagai sektor domestik sedangkan laki-laki sebagai sektor publik.
  •  Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja menurut jenis kelamin dan telah disosialisasikan pada keluarga setiap individu. Hal ini dilakukan agar individu mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam keluarga dan bahkan dalam masyarakat. Pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan membentuk kepribadian seseorang.
  • Pembagian kerja secara seksual oleh laki-laki dan perempuan telah menjadi kesepakatan masyarakat awam atas tubuh perempuan dan tubuh laki-laki.
  • Budaya patriarki memberikan otoritas dan dominasi kepada kepada laki-laki dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat.
Kesetaraan Gender Berdasarkan Pendidikan
  • Pandangan masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan laki-laki. Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandngan dalam masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan anak laki-laki untuk mendapatkan pendidikan dari pada perempuan.
  • Pada masyarakat perekonomian rendah, menganggap anak perempuan mereka tidak usah melanjutkan sekolah lebih baik langsung dinikahi atau didorong untuk bekerja sebagai PRT.
  • Perempuan cenderung memiliki kesempatan pendidikan yang lebih kecil dibanding anak laki- laki semangkin tinggi jenjang pendidikan semangkin lebar kesenjangan. Kesenjangan  ini pada giliranya membawa kepada berbedayanya rata-rata penghasilan laki-laki dan perempuan.
  • Ketimpangan gender dapat diamati dari segi isi buku pelajaran.banyak muatan buku pelajaran khususnya bahasa indonesia,PPKN, IPS,jasmani dan sejenisnya yang membahas mengenai kedudukan perempuan dalam masyarakat cenderung masih menganut nilai-nilai yang bias gender. Perempuan dalam buku tersebut ditempatkan dalm rana domestik sedangkan laki-laki sebagai peran publik ini menyebabkan perempuan tidak tetap tidak mempunyai mentalitas sebagai warga masyarakat yang produktif.
  • Kontrol terhadap kebijakan pendidikan lebih didominasi laki-laki mengingat laki- laki lebih banyak berada pada posisi strategis dalam pengolahan pendidikan terutama jabatan struktural. Hal ini menyebabkan partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam pendidikan relatif masih rendah.
Kesetaraan Gender Dalam Berbagai Budaya 
  •  Dalam budaya jawa, banyak istilah yang mendudukan posisi perempuan lebih rendah daripada laki-laki dan itu sudah tertanam di dalam masyarakat.sebagai contoh: istilah jawa menyebutkan istri sebagai “kanca wingking” artinya temen belakang sebagai teman dalam mengelolah urusan rumah tangga , khususnya urusan anak, memasak, mencuci. Istilah lain yaitu “suwarga nunut neraka katut” istilah itu juga diperuntukan para istri, bahwa suami adalah yang menentukan istri akan masuk surga atau neraka. Dan ada istilah lain yang lebih rendah untuk para istri yaitu bahwa seorang istri harus bisa manak, macak, masak. Dan istilah yang lebih melekat di diri perempuan yaitu dapur,pupur,kasur, sumur.
  • Dalam budaya batak anak laki laki saja yang dapat meneruskan marga ayahnya dan hanya anak laki-laki jugalah yang menjadi ahli waris dan mendapatkan bagian yang sama.
Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Qur’an
  • Dalam alqur’an surat al Hujarat : 13. Ayat tersebut memberikan gambaran mengenai pandangan antara laki-laki dan perempuan. Dan memiliki persamaan dalam bidang ibadah. Siapa yang rajin ibadah maka akan mendapatkan pahala lebih banyak tanpa melihat jenis kelaminya.s sedangkan perbedaanya yaitu terdapat pada kualitas nilai pengabdian dan ketaqwaan kepada allah. Dan ayat tersebut juga dijelaskan kebebasan dalam bentuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis, dan ikatan-ikatan primordial lainya.
  • Alqur’an mengakui adanya perbedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan tetapi perbedaan tersebut bukanlah perbedaan discrimination yang menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lainya. Perbedaantersebut dimaksudkan untuk mendukung terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang.
  • Prinsip – prinsip kesetaraan gender dalam alquran : 1) laki-laki dan perempuan  sebagai khalifah di bumi di tujukan pada QS. Al-An’am:165. Kata khalifah pada ayat tersebut tidak menunjukan kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki- laki dan peremuan memiliki fungsi yang sama sebagai khalifah yang akan mempertanggung jawabkan tugas-tugas kekhalifahanya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba tuhan.
Hubungan Seksualitas Dalam Perspektif Gender.
  • Budaya telah membentuk perempuan yang sudah menikah hanya menerima dan melayani kehendak dan hasrat suami dalam menjalani relasi seksual
  • Hubungan seksual dalam islam dipandang bersifat holistik, dikarenakan hubungan seksual termasuk ibadah bagi pasangan yang sudah menikah dan dilandasi atas cinta dan kasih sayang.
  • Dalam alquran dan hadis dijeaskan bahwa kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam konteks hubungan seksual membuktikan bahwa tuhan menempatkan keduanya kedalam posisi seimbang dan saling melengkapi.


DAFTAR PUSTAKA

Fauziah Luluk, Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Perempuan di Kabupaten Sidoarjo, Fisip Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Hermawati Tanti, Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender, Journal Komunikasi Masa, Vo.1, No 1, Juli 2007, 18-24
Iswah Andriani, Kurikulum Berbasis Gender, Tadris. Volume 4. Nomor 1. 2008
Mansour Fakih, Dr, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.
Marzuki, Dr. Studi Tentang Kesetaraan Gender dalam Berbagai Aspek, Universitas Negri Yogyakarta.
Suhra Safira, Kesetaraan Gender dalam Perspektif Al-Qur’aan dan Implikasinya Dalam Hukum Islam, Jurnal Al-Ulim, Volume 13, Nomor 2, Hal 373-394.
Retno Suhapti, Gender dan permasalahanya, Bul Psikologi, Jakarta,  1995.
Yulfira Raharjo, Gender dan pembagunan, Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, LIPI (PPT-LIPI), Jakarta, 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar