Pendidikan sudah tidak lagi menyangkut soal nilai tetapi juga karakter
yang dibangun. Pendidikan karakter dinilai mempunyai fungsi strategis bagi
kemajuan bangsa. Selama ini tidak ada sebuah dorongan yang dapat menyatukan
rakyat dengan pemerintah. Diyakini dengan pendidikan karakter bangsa hal ini
dapat dibangun.
Kita harus mengetuk pintu
semua elemen untuk berkomitmen menjalankan pendidikan karakter sebagai bagian
dari jati diri bangsa. Karakter, yang melampaui dari sekadar soal baik dan
buruk, sudah lama ditinggalkan. Hasilnya, Indonesia di ujung tanduk. Pada masa
lalu, pendiri bangsa dan rakyat bisa bersatu. Pemerintah dan rakyat punya
tekad, semangat, keberanian, dan karakter yang sama. Tetapi, sekarang ini,
pemerintah berjalan sendiri dengan kebijakannya, sedangkan rakyat menjerit
tidak diperhatikan
banyak sekali
permasalahan yang muncul seperti ketidakadilan, ketidakjujuran, KKN yang harus
dihadapi oleh para pendidik. Tidak bisa dalam waktu singkat, butuh proses yang
panjang untuk itu.“Sekolah adalah tempat strategis untuk pendidikan karakter.
Jadi, kita harus manfaatkan peluang itu, sambil didukung juga oleh masyarakat
dan keluarga,”
Bukan hal itu saja mulai muncul keprihatinan mana kala melihat
semakin marak fenomena anak-anak di bawah umur menjajakan koran dan dagangan lain di
perempatan jalan. Sejumlah kalangan dan para pemerhati anak miris dibuatnya.
“Sangat memprihatinkan
ketika anak-anak itu harus membantu orang tua mencari nafkah, sementara mereka
sebenarnya harus bermain dan belajar. Jadi mereka ini masak sebelum saatnya,”
kata psikolog Probowatie Tjondronegoro.
Pergaulan menjadi tidak
terpantau, akibatnya buruk bagi perkembangan fisik dan psikologis anak. Bukan
hanya orang tua yang harus bertanggung jawab, namun pihak pemerintah seharusnya
turun tangan menanggapi fenomena ini.Pergaulan di jalan raya itu kan tidak
terseleksi. Maka secara fisik dan psikologis (fenomena) ini jelas tidak baik,
tidak oke. Ini merupakan persoalan serius yang bukan saja harus diselesaikan
oleh para orang tua dari anak-anak itu, tapi juga persoalan kita dan
pemerintah.
Jumlah
anak telantar di Indonesia sudah mencapai 4,5 juta anak, tersebar di berbagai
daerah. Pemerintah melalui Kementerian Sosial sudah menyediakan dana sebesar
281 miliar rupiah, namun hanya cukup untuk menangani 175 ribu anak.
Menurutnya, anak telantar
banyak disebabkan eksploitasi oleh orang tua, mereka dimanfaatkan untuk mencari
uang. Tentu kondisi semacam ini membuat anak tidak tumbuh dengan sehat. Perlu
adanya tindakan yang sinergi antara pemerintah, pekerja sosial, relawan dan
masyarakat untuk menyelamatkan anak Indonesia agar dapat membangun kembali pendidikan karakter bangsa.
Ynag
mana Pendidikan
merupakan pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang
ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah
bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap
pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau
tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap
seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan
tinggi, universitas atau magang.
Sebuah hak atas pendidikan telah diakui
oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 PBB 1966 Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang
atas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian besar tempat
sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah sering tidak
dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk pendidikan
home-schooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka.
Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang
dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar
bayi mereka sebelum kelahiran.Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan
sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan
formal.
Seperti kata Mark
Twain,
"Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam,
sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran
anggota keluarga berjalan secara tidak
resmi, Itulah pentingnya pendidikan bagi kita.